Perpustakaan dan peradaban Islam
![]() |
Via Muslim Heritage |
Sejak zaman Rasulullah SAW, umat Islam sudah mulai merintis publikasi ilmiah secara tertulis. Adapun kegiatan publikasi yang dilakukan oleh umat Islam, yaitu menuliskan ayat-ayat Al-Qur’an pada berbagai sarana atau media tulis sederhana, seperti kulit domba, pelepah kurma, hingga goresan-goresan di Batu. Pada masa kekhalifahan Abu Bakar, dimulailah kegiatan kodifikasi dan Zaid bin Sabit bertugas untuk mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an yang masih terpencar. Tradisi ini terus berlanjut dan dikembangkan oleh para sahabat, mulai dari proses kodifikasi, unifikasi, hingga sampai pada tahap pembukuan.
Pada pertengahan abad ketujuh, umat Islam mulai mengenal kertas dari bangsa Cina. Semenjak saat itu, umat Islam mulai menyadari betapa pentingnya kertas dalam rangka menyebarkan ilmu pengetahuan dan mereka pun mulai belajar membuat kertas. Industri kertas di dunia Islam pun mulai tumbuh. Kota-kota besar umat Islam, seperti Samarkand, Baghdad, Damaskus, Kairo hingga Cordova (sekarang Cordoba, Spanyol) memiliki industri kertas yang berkembang pesat. Dengan demikian, industri-industri lain yang berhubungan dengan publikasi mulai bermunculan dan berkembang di kota-kota tersebut, seperti industri percetakan dan pembukuan.
Lambat laun, pada abad berikutnya industri kertas dan percetakan buku makin berkembang pesat di peradaban dunia Islam tertutama pada masa kekhalifahan Abdurrahman III. Pada masa itu, mulai berdiri perpustakaan-perpustakaan di lingkungan kerajaan dan tempat ibadah. Perpustakaan mulai menjadi pusat perhatian bagi umat Islam. Hal tersebut di tandai dengan banyak perpustakaan-perpustakaan besar yang berdiri di kota-kota besar di Spanyol seperti, Cordova, Sevilla, Granada, Toledo dan Malaga. Kota-kota tersebut menjadi pusat intelektual di benua eropa, karena di sana memiliki banyak perpustakaan besar yang didirikan.
Lambat laun, pada abad berikutnya industri kertas dan percetakan buku makin berkembang pesat di peradaban dunia Islam tertutama pada masa kekhalifahan Abdurrahman III. Pada masa itu, mulai berdiri perpustakaan-perpustakaan di lingkungan kerajaan dan tempat ibadah. Perpustakaan mulai menjadi pusat perhatian bagi umat Islam. Hal tersebut di tandai dengan banyak perpustakaan-perpustakaan besar yang berdiri di kota-kota besar di Spanyol seperti, Cordova, Sevilla, Granada, Toledo dan Malaga. Kota-kota tersebut menjadi pusat intelektual di benua eropa, karena di sana memiliki banyak perpustakaan besar yang didirikan.
Pada masa pemerintahan Harun Al-Rasyid dari Dinasti Abbasiah, Perpustakaan Baitul Hikmah didirikan di kota Baghdad. Perpustakaan tersebut memiliki koleksi buku yang sangat lengkap dari berbagai disiplin ilmu. Selain itu, perpustakaan ini juga menjadi lembaga riset dan penerjemahan. Kegiatan penulisan dan penerjemahan literatur-literatur kuno mulai digerakkan di perpustakaan tersebut. Perpustakaan Baitul Hikmah telah melahirkan banyak ilmuwan muslim, seperti Al-Khawarizmi (matematikawan), Ibnu Sina (dokter dan filosof), juga Ibn Rusydi (ahli hukum).
Perpustakaan di peradaban Islam mulai berkembang pesat dan ilmu pengetahuan dari berbagai displin ilmu mengalami kemajuan. Dengan berdirinya perpustakaan-perpustakaan besar, ternyata dapat mendorong umat Islam untuk mengembangkan minat baca. Bagi teman-teman yang ingin mengetahui informasi lebih lanjut mengenai perpustakaan dan peradaban Islam sampai pada zaman keemasan Islam, kamu bisa langsung klik pada jurnal berikut Al-Maktabah
Sumber: Syamsuddin, Anwar. (2000). Perpustakaan dan peradaban Islam: suatu kajian historis. Al-Maktabah. Di akses di http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/al-maktabah/article/view/1735
Nice info gan, saya jadi tahu 😍👍
ReplyDeleteThanks 😍
DeleteGood. 👍👍👍
ReplyDeleteThanks ☺
Delete